Take a breath
#fritaberceritacinta
Semalam tanggal 21 Mei 2022, aku malam mingguan dengan
pacarku B****. Rencana ini tidak terlalu mendadak, karena satu hari sebelumnya
kita memang sudah sepakat untuk bertemu sabtu sore setelah pulang kerja. Memang
itu keinginanku untuk mengajak dia ketemu saat pulang kerja langsung. Kita bingung
harus kemana, karena aku memang anaknya rewel sekali. Aku bukan anak yang mudah
bergaul, tidak suka dengan tempat yang terlalu ramai orang, atau terlalu
berisik. Jadi memang suka yang tenang dan intimate, biar bisa ngobrol enak. Kalau
aku tidak ada tempat yang mau aku kunjungi, biasanya dia yang mencarikan tempat
nongkrong nya. Kita sepakat sudah menentukan tempat satu hari sebelumnya, tapi
tiba-tiba berganti di beberapa jam sebelum bertemu, but its oke.
Okee kita sudah ketemu di tempat janjian kita, kemudian
berangkat bersama ke tempat yang disepakati. Sampai di tujuan, kita masih asik
dengan obrolan dan kita pesan makanan berat karena kita sudah kelaparan. Kita masih
tetep fun dengan kebersamaan itu, sampai pada satu titik yang bisa dibilang awal
dari pertikaian datang (kalimatnya agak lebay hehe). Aku bilang begini “nanti
kalau kita pindah tempat gapapa ta?”. Dia bilang gapapa, dan menyetujuinya, kemudian
dia memegang hp dengan dalih cari tempat lain saat itu juga, meskipun belum
tentu kita mau pindah sekarang. Dia beralasan kalau tidak cari sekarang terus
kapan, daripada capek di jalan, dan banyak tempat yang bakal rame karena malam
minggu. Alasannya logis, karena hari itu malam minggu dan pasti semua tempat
rame, I know. Tapi tidak saat itu juga kita langsung pergi, aku ngomong gitu
buat jaga-jaga saja, meskipun belum tentu juga.
Setelah itu, kita sama-sama merasa kalau suasananya jadi
tegang dan sudah mulai emosi. Kita cukup lama beradu mulut dengan mata menajam.
Dia bilang “kamu itu gak jelas, tadi bilang kalau tempat nya rame, nanti kita
pindah tempat atau balik aja pulang. Padahal kamu juga tahu kalau malam minggu
pasti tempatnya rata-rata rame, dan emang sedari awal kamu gak pengen ketemu
aku, langsung pengen balik pulang”. Dia bilang begitu dengan nada menegang dan sepertinya
dari lubuk hati dia pengen mukul aku (itu hanya dugaanku, meskipun dia tidak
pernah main fisik kalau marah). Saat dia bilang begitu, mimik wajahku juga
tidak bisa santai, aku dengan penuh amarah dan mata melotot tanpa kedip.
Sampai akhirnya merasa capek adu mulut, dia melemaskan bahunya
dengan menyandar rendah di sofa, dan aku yang mengantuk karena kurang puas
tidur siang di kantor, walhasil kepalaku menyender di bahunya sambil menutup
mata (karena capek melotot) dan menutup mulut (karena capek ngomel). Meskipun dia
belum benar-benar capek, karena dia masih saja mengomel secara halus tanpa
emosi, dan aku sudah lemas buat merespon ataupun membantah. Kita diam, mengambil nafas cukup lama. Hingga sama-sama merasa tenang, dan sudah terkendali.
Antara kelebihan kita atau memang sudah lelah (karena faktor
U hehe). Setelah kita diam cukup lama, kita kembali duduk dengan postur normal,
dan kita tidak lagi mendebatkan hal tersebut. Iya.. hal yang tidak penting
sampai membuat kita kelelahan karena adu mulut. Kita masih di tempat itu, tidak
pindah, dan kembali ke obrolan dan bercerita tentang hal lain. Dan sampai kita akhirnya
memutuskan pulang menuju rumah masing-masing, kita tetap tenang dan tidak beradu
mulut atau emosi lagi. Akhir yang aneh dan mengganjal, menurutku. Tapi itu jauh
lebih baik daripada pulang ke rumah dengan membawa emosi, justru akan mengakibatkan
saling diam tanpa komunikasi untuk beberapa hari.
Terkadang tidak perlu banyak bicara sebagai solusinya, tapi
kalau masih bisa dibicarakan baik-baik itu lebih baik. Namun, kalau sudah
saling emosi dan merasa benar, salah satu penyelesaian nya lebih baik diam,
tarik napas, dan istirahat terlebih dahulu. Take a breath to calm yourself and your
partner –
Komentar
Posting Komentar